since February 2016 |
"Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya."
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.
-
Haiho...
Yaampun berapa lama gak nulis, berapa lama ga menjelajah diantara aksara, juga berapa lama mau bahas buku ini tapi males.
Dan akhirnya nulis juga, mulai menjelajah lagi, masih pegang buku Tere Liye pula. Tapi bukan yang ini. Yang baru terbit bulan kemarin, pada tahu dong ya.
Kalo engga juga terserah sih, hehe.
Sebenarnya Pe punya buku ini dari Februari kemarin. Awalnya iseng dan gak tau mau beli novel apa. Pas banget lagi butuh hiburan karena setres mau UN. Akhirnya malem-malem nekad di temani adik tercintah*eohaha ke Gramed dan asal ambil buku. Berhubung hujan dan udah di tunggu Papah juga waktu itu.
Awalnya nyesel ini buku kayaknya bakal garing. Tapi mengingat penulisnya Tere Liye akhirnya coba-coba baca. Dan.... jreng jreng..... Raga dan jiwaku hampir tak terbaca. eakkk.... alias gak sadar dan terbawa suasana. Suasana harunya, deg-degannya, gemetarnya sampai lupa bahwa UN tinggal beberapa bulan lagi. Dan lupa minggu besok ada TO di tempat les. Sabodo teuing...
Iya, jadi itulah ceritanya kenapa novel ini bisa ada di sekitar Pe sekarang. Sampai pe keluar kota untuk kuliah pun pe bawa. Takut kalau di rumah malah dibuat bungkus gorengan*ehehe
Ini novel Tere Liye kedua yang pernah pe beli sendiri. Karena biasanya minjem. Yaudah mulai bahas aja ya.
Yang diawal itu kalimat yang ada di belakang novel ini. Kalian pasti mikir ini isinya pasti ngebosenin, ya gak sih? Kalau pe sih iya. awalnya....
Di bab satu masih agak membosankan, kata temen pe mah, pasti ceritanya tentang keluarga. Iya sih emang, tapi ini lebih dari sekedar cerita anak dan kedua orangtuanya. Novel ini memberi pelajaran unik yang bikin spot jantung. Coba aja baca sendiri. Pe aja sampe lupa diri.
Ini novel action pertama yang dibuat sama bang Tere, kalau gak salah. Soalnya pe pernah ketemu bang Tere pas launching novel Mataharinya bulan-bulan lalu. Dan bang Tere juga sedikit menyebutkan Novel ini.
Oke kita mulai bahas aja kali ya.
Jadi namanya Bujang, dia anak tunggal yang tinggal di pedalaman Sumatra dengan kedua orangtuanya. Karena sebuah kejadian keren saat ia ikut berburu bersama teman-teman Bapaknya, ia diminta untuk ikut teman-teman Bapaknya ke kota. Dan saat itu ibunya berpesan agar Bujang menjaga perutnya, pe suka banget sama kalimat ibunya.
"Jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih, dan semoga itu berguna. Memanggilmu pulang."
Pe baru ngerti kenapa ada pantangan dalam hidup kita. Seperti minuman dan makanan terlarang dalam agama Pe. Mungkin itu semua kelak bisa menjadi jalan agar Allah bisa memberi Hidayah kepada kita. Coba aja cermati kata-katanya. Itu sih yang terlintas di benak pe pas baca kalimat itu.
Bujang lalu bergabung dengan keluarga besar yang sangat terkenal di kota. Bukan sekedar keluarga dengan kedua orangtua ditambah kakek nenek dan beberapa orang saudara. Ini benar-benar keluarga besar. Dan disanalah Bujang belajar cara bersosialisasi, menjadi orang berpendidikan, hingga menjadi pribadi yang lebih lagi dari sebelumnya.
Pe juga suka sama kata-kata yang menjadi pegangan semua orang di keluarga tersebut.
"Semua orang punya masa lalu, dan itu bukan urusan siapapun. Urus saja masa lalu masing-masing."
Nah iya tuh, urusin aja urusan masing-masing. Jangan pukul rata seseorang hanya karena masa lalunya lebih kelam dari malam.
Ya walaupun bukan itu juga sih maksud di dalam novel ini. Intinya mah pe nangkepnya gitu.
Yang pe paling suka itu di bagian hampir akhir ketika akan sampai puncak masalahnya hingga masalah mulai teratasi satu-satu. Pokoknya pe lupa bahwa pe masih duduk dan megang novel ini. Karena pe seakan ikut bergerak mencari kebenaran. Ketakutan ketika mulai tersudutkan. Kemudian merasa beruntung dan lega ketika perlahan masalah mulai terselesaikan.
Dan asal kalian tahu, Hanya kesetiaan pada prinsiplah yang akan memanggil kesetiaan-kesetiaan terbaik lainnya. Hanya prinsip kita yang bisa membuat kita kuat. Sikap kita yang membuat kita dihormati. Juga tujuan hidup kita yang membuat kita semakin hidup.
Dekap seluruh kebencian itu. Hanya itu cara agar hatimu damai. Itu juga kata-kata sederhana dari novel Pulang yang menancap keras dalam benak pe. Seakan menjelaskan bahwa kebencian itu bukan untuk dibuang, bukan untuk dilupakan, tetapi didekap dengan damai.
Dan, "saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran." Pertempuran melawan diri sendiri yang paling utama. Karena seperti kata R.A Kartini, "Yang membuamu jatuh bukanlah orang lain, tapi dirimu sendiri."
Ya bayangin aja, kalau kita punya benci, dendam pada orang lain, maka kita sendiri yang rugi. Kita akan membuat batas antara diri kita dan orang tersebut.
Yang terpenting, "jangan ragu walau sejengkal, jangan takut walau sebenang." Jangan pernah ragu dan takut, kecuali pada pemegang takdir.
"Sungguh, sejauh apapun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang."
Jadi baper mau pulang ke rumah. Hueee... Jadi kangen emak bapak di rumah, kangen adik-adik yang nyebelinnya ngangenin, dan kangen,... dia. *ehaha
Sejauh ini, yang pe pahami bahwa pulang bukan cuma sekedar tentang kembali ke tempat semula. Pulang itu ketika kita dapat menerima semua yang terjadi dengan lapang dada. Memeluk erat semua kesedihan di masalalu dan membawanya untuk dapat mengikuti alur kehidupan saat ini. Kemudian perlahan mengubah diri menjadi lebih baik.
Pe belajar banyak hal dari novel ini. Dan pe yakin kalian yang suka menjelajah lewat aksara juga pasti bisa merasakan keharmonisan dari setiap kata yang dirangkai bang Tere. Jujur, sampai detik ini belum ada novel bang Tere yang mengecewakan bagi pe.
Kayaknya beberapa postingan nanti akan membahas novel-novel bang Tere juga deh, kayaknya. Kalau gak malas. Hehe....
Oke sekian dulu curhatan pe tentang novel Pulang ini. Semoga lain waktu pe rajin buat bahas novel bang Tere lainnya. Semoga.
Makasih buat yang udah baca sampai akhir. Makasih buat yang udah buka blog aneh bin ajaib ini. Makasih buat kalian semua.
See you....
See you....
Comments
Post a Comment